Karir politik Maskoen Sumadiredja dimulai pada bulan Oktober 1927 di saat ia berusia 20 tahun telah menjadi anggota PNI. Di dalam organisasi tersebut beliau mendapatkan pendidikan politik, sejarah, perekonomian, nasionalisme dan ilmu pemerintahan. Maskoen menumpang tinggal di rumah Soekarno yang berpengaruh terhadap dirinya menjadi seorang propogandais partai yang cekatan .
Karir politiknya melejit pada tahun 1928 saat menduduki jabatan Resort Commisaris Cabang Bandung dibawah pimpinan Ir. Soekarno dan Mr.Iskaq, Maskoen terpilih menjadi Sekretaris II PNI Cabang Bandung.
Maskoen melakukan perjalanan ke berbagai daerah untuk menyebarluaskan tema propaganda PNI yang dapat menumbuhkan kesadaran politik yang dilandasi semangat nasionalisme di kalangan rakyat .
Kongres Pemuda di Batavia Oktober 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda dengan pengakuan : Satu tanah air, tanah air Indonesia ; Satu bangsa Indonesia, dan satu bahasa Indonesia. Bunyi Sumpah Pemuda tersebut merefleksikan pikiran para pejuang tentang masa depan yaitu Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Kongres Pemuda di Batavia Oktober 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda dengan pengakuan : Satu tanah air, tanah air Indonesia ; Satu bangsa Indonesia, dan satu bahasa Indonesia. Bunyi Sumpah Pemuda tersebut merefleksikan pikiran para pejuang tentang masa depan yaitu Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Pada Oktober 1928 Maskoen menyampaikan arahan bahwa seorang nasionalis harus mandiri, berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan negaranya. Seorang nasionalis tidak akan menggantungkan dirinya kepada kebaikan bangsa asing terlebih bangsa tersebut adalah bangsa yang menjajah negerinya.
Tahun 1929 propaganda Maskoen untuk menyebarluaskan prinsip-prinsip nasionalisme dilakukan secara terbuka untuk mencari dan menghimpun dukungan masa sebesar-besarnya. Pada saat memimpin rapat umum yang diselenggarakan di gedung Bioskop Empress, Maskoen Soemadiredja mengajak peserta rapat berdiri untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya, namun para pejabat pemerintah kolonial dan aparat kepolisian yang mengawasi jalannya rapat umum tersebut tidak berdiri menyambut ajakan Maskoen. Sehingga dengan tajam Maskoen mengejek mereka dengan berkata : “Semua hadirin yang memiliki semangat kebangsaan dan berbudaya akan berdiri untuk menghormati lagu Indonesia Raya, Hanya mereka yang berjiwa kerbau akan tetap duduk”, situasi tersebut merupakan suatu bukti bahwa dirinya seorang nasionalis tulen yang menentang sikap pemerintah kolonial yang merendahkan martabat bangsa Indonesia.
Akibat kegiatan yang dilakukannya tahun 1929 tersebut, bersama ketiga tokoh partai politik lainnya yaitu Soekarno, Gatot Mangkoepradja dan Suhada ditahan selama 8 bulan di penjara Banceuy, Bandung – Jawa Barat. Pada tahun 1930 kembali ditahan selama 20 bulan bersama dengan para pejuang lainnya yaitu Soekarno, Gatot Mangkoepradja dan Soepriadinata di penjara Sukamiskin, Bandung – Jawa Barat.
Pada akhir tahun 1930 setelah dibebaskan oleh pemerintah kolonial, Maskoen menggabungkan diri pada Golongan Merdeka yang kemudian namanya berubah menjadi Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) dibawah pimpinan Moh. Hatta.
Saat keluar dari penjara politik usianya baru 24 tahun, 20 bulan menjadi tahanan politik semakin memperkaya pemikirannya tentang rencana masa depan bangsa. Melalui PNI Maskoen melakukan upaya menciptakan masyarakat yang memiliki kesadaran politik.
Pada tanggal 24 Februari 1934 Maskoen Soemadiredja beserta seluruh pimpinan pusat PNI-Baru ditangkap dan kemudian ditahan di Penjara Sukamiskin. Pada tahun 1935 dibuang ke Boven Digul, Papua.
Setelah kekuasaan beralih ke Jepang tahun 1942, Belanda membawa Maskoen dan tawanan lainnya ke Australia dab beliau tetap berjuang menyebarkan semangat kebangsaan dengan mendirikan Organisasi Serikat Indonesia Baru.
Ketika pelaksanaan repatriasi atau pemulangan orang-orang Indonesia ke tanah air, Maskoen aktif mengkoordinir pemulangan para pejuang yang berada di Australia untuk kembali ke Indonesia .
Setelah Indonesia merdeka, Maskoen bertekad untuk tidak bersedia kembali terjun ke dunia partai, namun ia lebih memilih mengabdikan diri kepada negara dengan bekerja sebaik-baiknya menjadi Kepala Biro Politik di Departemen Dalam Negeri.
Pada tanggal 30 Oktober 1955 Maskoen dengan temannya mantan Digulis mendirikan Persatuan Perintis Kemerdekaan Bekas Boven Digul (PPKBD) yang kemudian namanya dirubah menjadi Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia yang disingkat Perintis Kemerdekaan. Saat itu Maskoen dipercaya menjadi Ketua Umum yang memperjuangkan dihasilkannya produk hukum untuk kesejahteraan para perintis kemerdekaan .
Perjalanan karirnya selain di Departemen Dalam Negeri, juga tercatat dalam kepanitiaan PARAN, Panitia Keamanan di Departemen Hankam, Pakem Kesejahteraan Agung, Panitia Kotum Haji, Badan Pembina Pahlawan Pusat Departemen Sosial, Badan Pertimbangan Perintis Kemerdekaan. Ketua Umum Persatuan Perintis Kemerdekaan, Anggota Tim P-7 Penasehat Presiden mengenai pelaksanaan P4.
Pada usia 79 tahun Maskoen jatuh sakit, tanggal 4 Januari 1986 dengan didampingi isteri dan putera-puteranya Maskoen Soemadiredja berpulang ke Rahmatullah dan disemayamkan di Gedung Perintis Kemerdekaan, Jakarta yang kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional (TMPN) Kalibata.
Sebagai penghargaan atas perjuangan dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara Republik Indonesia, Maskoen telah menerima tanda jasa berupa ”Setya Lencana Perintis Kemerdekaan, Setya Lencana Perjuangan Kemerdekaan, dan Bintang Maha Putera Utama”.
Pada tanggal 10 November 2004 Pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional sebagai penghormatan tertinggi dari negara dan bangsa Indonesia atas jasanya berdasarkan Keputusan Presiden RI. No. 089/TK/TH/2004 tanggal 5 November 2004 .
Sumber : dari berbagai sumber
Post a Comment